Satu-satunya satuan kerja yang memiliki fungsi sebagai Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) di Jombang adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD). Secara historis DPPKAD merupakan unit organisasi hasil transformasi dari Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) yang berasal dari peleburan tiga unit kerja yaitu Dinas Pendapatan, Bagian Keuangan Setda dan Bagian Kas Daerah Setda.
Peleburan ini merupakan tuntutan reformasi birokrasi di bidang pengelolaan keuangan daerah yang diawali dengan terbitnya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang kemudian disusul dengan beberapa paket regulasi keuangan seperti UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang kemudian dirubah dengan Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Rangkaian perubahan regulasi tersebut merupakan tuntutan masyarakat dan upaya sistematis pemerintah dalam menjalankan reformasi birokrasi di bidang pengelolaan keuangan negara/daerah.
Paket regulasi keuangan negara/daerah di atas, satu sisi memberi ”angin segar” dalam upaya menciptakan good governance governmen yang telah lama didambakan masyarakat. Namun, di sisi lain menuntut pengelola keuangan daerah khususnya Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) bekerja lebih hati-hati, jeli dan tidak boleh melakukan kesalahan mengingat resiko pekerjaan yang terkait secara langsung pada sanksi hukum yang relatif tidak ringan, sementara sistem pertanggung jawaban dan pelaporan keuangan daerah memiliki sistem kerja dan pengawasan yang berlapis dan membutuhkan alokasi tenaga dan waktu yang lebih besar.
Sebagai satu-satunya Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD), DPPKAD memiliki tanggung jawab dan beban kerja yang tidak ringan. Selain menjalankan fungsi administrasi internal yang dilaksanakan Tata Usaha, DPPKAD juga berfungsi sebagai konsolidator di bidang Pendapatan, Anggaran, Bendahara Umum Daerah, Aset dan Akuntansi serta pengelolaan gaji PNS yang juga dikelola Tata Usaha. Sedangkan fungsi khusus lainnya yang memiliki beban dan resiko pekerjaan relatif lebih berat adalah pengelolaan dana bantuan keuangan dan dana hibah.
Dari perspektif pengambilan keputusan, semua fungsi di atas membutuhkan pengambilan keputusan yang lebih hati-hati, jeli, cepat, tepat dan cerdas dengan memperhatikan sinergitas berbagai aspek tuntutan pelayanan, suasana lingkungan politik dengan semua regulasi yang mengatur proses dan pertanggung-jawabannya.
Dalam menjalankan fungsinya, DPPKAD memiliki aktivitas utama menjalankan kewajibannya menyediakan layanan terkait dengan pengelolaan keuangan mulai dari perencanaan anggaran daerah, transaksi penerimaan daerah, permintaan pencairan dana, pengendalian aset dan pengelolaan gaji PNS dalam suatu sistem akuntansi yang berakhir pada penyusunan laporan pertanggung jawaban. Semua aktivitas utama tersebut menuntut penyelesaian dalam waktu yang singkat. Hal ini tentu menguras energi dan waktu jam kerja efektif pada umumnya, mengingat volume pekerjaan yang tidak sedikit dan perlu kejelian dalam penyelesaiannya agar tidak terjadi kesalahan baik kesalahan administratif maupun kesalahan berupa pelanggaran hukum atas peraturan yang berlaku.
Secara fakta dalam aktivitasnya sehari-hari, setiap pegawai di DPPKAD dituntut memiliki kesadaran tinggi atas penyelesaian tugasnya masing-masing. Karena jika tidak, pekerjaan baru keesokan hari akan menambah beban yang lebih tinggi mengingat kompleksitas masing-masing pekerjaan yang relatif rumit dan membutuhkan keahlian khusus. Selain itu, penundaan pekerjaan memiliki dampak yang lebih luas dari sekedar beban kerja, yaitu berupa penghambatan jalannya ”roda” pemerintahan dan pembangunan daerah.
Hal ini yang menyebabkan sering terlihat banyak pegawai di DPPKAD menyelesaikan tugasnya hingga larut malam bahkan tidak jarang sampai dini hari dan sering pula penyelesaian tugas tersebut dilaksanakan pada hari libur kerja.
Selain hal tersebut, selaku konsolidator, DPPKAD memiliki kewajiban melaksanakan konsolidasi tugas yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah dengan semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang ada di Kabupaten Jombang. Aktivitas konsolidasi ini, sering dilakukan berminggu-minggu tanpa putus baik pada saat jam kerja efektif maupun di luar jam kerja efektif.
Hal ini terjadi, khususnya pada saat Penyusunan APBD, Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), pelayanan PBB terbuka untuk masyarakat (bulan panutan), sensus barang milik daerah, permintaan pencairan dana menjelang hari raya idul fitri dan akhir tahun atau pada saat terjadi perubahan/kenaikan gaji PNS secara nasional. Hal serupa juga terjadi pada saat BPK melakukan auditing LKPD yang mengharuskan semua pegawai di DPPKAD siap setiap saat dalam melayani permintaan auditor BPK untuk menyiapkan dokumen-dokumen pertanggung-jawaban yang hendak di audit.
Di luar itu, pencairan dana bantuan keuangan dan/atau dana hibah juga cukup menyita waktu dan energi. Petugas yang terlibat diharuskan memiliki kesabaran lebih tinggi mengingat pada umumnya penerima bantuan keuangan adalah masyarakat umum dalam jumlah yang besar dan notabene memiliki keterbatasan pengetahuan tentang syarat administratif yang dibutuhkan, sehingga petugas harus meluangkan lebih banyak waktu untuk menjelaskan secara persuasif persyaratannya. Meskipun persyaratan tersebut sudah dicantumkan atau telah diinformasikan pada saat pengajuan proposal.
Terkait dengan diterbitkannya UU No. 8 Tahun 2008 tentang Pajak Daerah yang mengamanatkan penyerahan beberapa urusan pajak kepada daerah kabupaten/kota diperlukan berbagai persiapan dan memiliki implikasi pada penambahan potensi beban kerja yang lebih besar. Potensi beban kerja yang dapat diidentifikasi secara dini adalah pekerjaan analisis pajak, pendataan, penerbitan dokumen dan proses penerimaan daerah. Hal tersebut tentu saja membutuhkan keahlian khusus dan persiapan yang matang sehingga penerimaan pajak daerah bisa meningkat, baik secara agregat maupun secara rasio namun tidak menghambat laju pertumbuhan ekonomi daerah.