Rabu, 22 Desember 2010

Argumentasi Kebijakan

Analisis kebijakan tidak berhenti pada penggunaan berbagai metode pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi. Meskipun produksi dan transformasi informasi merupakan suatu hal yang esensial dalam analisis kebijakan, yang tidak kalah pentingnya adalah penciptaan dan penilaian secara kritis klaim pengetahuan yang didasarkan atas informasi tersebut. Klaim pengetahuan yang dikembangkan sebagai kesimpulan dari argumen-argumen kebijakan, mencerminkan alasan-alasan mengapa berbagai macam pelaku kebijakan tidak sepakat terhadap suatu alternatif kebijakan.

Argumen-argumen kebijakan, yang merupakan sarana untuk melakukan perdebatan mengenai isu-isu kebijakan publik, mempunyai enam elemen/unsur, yaitu:

  1. Informasi yang relevan dengan kebijakan (I)

    Dihasilkan melalui penerapan berbagai metode merupakan bukti dari kerja analisis. Informasi tentang masalah-masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi-aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan yang disajikan dalam berbagai bentuk. Informasi yang relevan dengan kebijakan merupakan titik tolak dari suatu argumen kebijakan.

  1. Klaim Kebijakan (C)

    Merupakan kesimpulan dari suatu argumen kebijakan. Klaim kebijakan merupakan konsekuensi logis dari informasi yang relevan bagi kebijakan. Jika klaim kebijakan mengikuti penyajian informasi klaim tersebu berbunyi “maka”.

  1. Pembenaran/Warrant (W)

    Merupakan suatu asumsi di dalam argumen kebijakan yang memungkinkan analis untuk berpindah dari informasi yang relevan dengan kebijakan ke klaim kebijakan. Pembenaran dapat mengandung berbagai macam asumsi otoritatif, intuitif, analisentris, kausal, pragmatis, dan kritik nilai. Peranan dari pembenaran adalah untuk membawa informasi yang relevan dengan kebijakan kepada klaim kebijakan tentang terjadinya ketidak-sepakatan atau konflik, dengan demikian memberi suatu alasan untuk menerima klaim.

  1. Dukungan/Backing (B)

    Dukungan (B) bagi pembenaran (W) terdiri dari asumsi-asumsi tambahan atau argumen-argumen yang dapat digunakan untuk mendukung pembenaran yang tidak diterima pada nilai yang tampak. Dukungan terhadap pembenaran dapat mengambil berbagai macam bentuk, yaitu hukum-hukum ilmiah, pertimbangan para pemegang otoritas keahlian, atau prinsip-prinsip moral dan etis. Dukungan terhadap pembenaran memungkinkan analisis bergerak ke belakang dan menyatakan asumsi-asumsi yang menyertainya.

  1. Bantahan/Rebuttal (R)

    Merupakan kesimpulan yang kedua, asumsi, atau argumen yang menyatakan kondisi di mana klaim asli tidak diterima, atau klaim asli hanya dapat diterima pada derajat penerimaan tertentu. Secara keseluruhan klaim kebijakan dan bantahan membentuk substansi isu-isu kebijakan, yaitu ketidak-sepakatan di antara segmen-segmen yang berbeda dalam masyarakat terhadap serangkaian alternatif tindakan pemerintah. Pertimbangan terhadap bantahan-bantahan membantu analis mengantisipasi tujuan-tujuan dan menyediakan perangkat sistematis untuk mengkritik salah satu klaim, asumsi dan argumennya.

  1. Kesimpulan/Qualifier (Q)

    Kesimpulan (Q) mengekspresikan derajat dimana analis yakin terhadap suatu klaim kebijakan. Dalam analisis kebijakan, pemberi sifat sering diekspresikan dalam bahasa probabilitas (seperti “Barangkali”, “Sangat mungkin”, “pada tingkat kepercayaan 0,01”). Ketika analis secara penuh yakin terhadap suatu klaim atau ketika kesimpulan sepenuhnya deterministik dan tidak mengandung kesalahan sama sekali, suatu kesimpulan tidak diperlukan.

Struktur argumen kebijakan mengilustrasikan bagaimana para analis dapat menggunakan informasi untuk merekomendasikan pemecahan bagi masalah-masalah kebijakan. Hubungan di antara ke-enam elemen argumen kebijakan juga mendemonstrasikan di dalam cara-cara yang berbeda, tergantung pada kerangka referensi, ideologi, atau pandangan dari kelompok-kelompok yang berbeda. Argumen kebijakan memungkinkan kita terus melangkah melampaui perolehan informasi dan mentransformasikan informasi itu ke dalam kepercayaan tentang kebenaran yang dapat diterima (pengetahuan). Dengan demikian, analis dapat menggunakan kombinasi berbagai metode sehingga menjadi terbuka terhadap tantangan, dapat melakukan kritik diri, dan mampu mengarah kepada penyelesaian masalah-masalah, bukannya melakukan pembenaran terhadap alternatif-alternatif kebijakan yang disukai.

Sumber:

William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, terjemahan.