Hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
menurut Taliziduhu Ndraha (Ndraha, 2004) terletak pada lima karakteristik
daerah otonom yakni daerah otonom sebagai masyarakat hukum, unit ekonomi
publik, lingkungan budaya, lebensraum dan subsistem bangsa. Kelima karakteristik
inilah yang mengintegrasikan daerah yang satu dengan daerah yang lain
dan mengintegrasikan daerah dengan pusat. Hal ini mengandung makna bahwa
misi otonomi daerah tidak semata-mata membangun simbol politik daerah
setempat yaitu kemandirian lokal, tetapi seperti definisi pembangunan
masyarakat menurut PBB adalah: “untuk mengintegrasikan berbagai komunitas
bangsa ke dalam suatu kehidupan bersama dan memberdayakan komunitas
itu, sehingga dapat memberikan kontribusi yang maksimal dalam rangka
kemajuan bersama.”
Dilihat dari
dimensi pertama sampai dimensi keempat tersebut di atas, kemandirian
adalah puncak budaya otonomi daerah. Tetapi jika dimensi kelima sebagai
subsistem politik diperhitungkan, maka puncak budaya otonomi daerah
bukan hanya kemandirian saja, melainkan juga seberapa jauh daerah yang
bersangkutan memberikan kontribusi terhadap proses persatuan bangsa.
Kelima dimensi
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: sebagai kesatuan masyarakat
hukum, masyarakat sebagai subyek hukum yang mengatur berbagai kepentingan
berbangsa, bernegara dan berpemerintahan baik kepentingan di tingkat
lokal maupun kepentingan di tingkat nasional dan bahkan kepentingan
internasional.
Sebagai unit
ekonomi publik, maka ekonomi lokal harus mampu menjadi mata rantai ekonomi
nasional, yang memberikan kontribusi dalam meningkatkan daya saing dalam
ekonomi global. Dengan demikian, perekonomian yang bersifat hulu, melainkan
ekonomi yang lengkap mulai hulu sampai hilir. Sebagai lingkungan budaya,
daerah harus membangun nilai daerah sendiri yang tidak hanya tercermin
dari simbol-simbol yang ada tetapi nilai yang dibangun itu tercermin
dari pola perilaku semua masyarakat sehingga mampu memperkaya nilai-nilai
budaya bangsa yang efektif dalam mencapai tujuan bangsa.
Sebagai lebensraum, daerah harus mampu melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup sebagai ruang yang ramah bukan ruang mati, sehingga eksploitasi terhadap sumber daya alam harus dilakukan secara hati-hati dengan memperhitungkan dampak negatif yang ditimbulkan termasuk kepentingan generasi manusia berikutnya.