Secara konseptual
perlu dipahami tentang posisi pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu bahwa yang dimaksud
dengan pemerintahan daerah adalah: penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah
daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dengan demikian peran
pemerintah daerah adalah segala sesuatu yang dilakukan dalam bentuk
cara tindak baik dalam rangka melaksanakan otonomi daerah sebagai suatu
hak, wewenang, dan kewajiban pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Juga sebagai daerah otonom, selanjutnya
disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, peran pemerintah daerah juga dimaksudkan dalam rangka melaksanakan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas perbantuan sebagai wakil pemerintah di daerah otonom yaitu untuk melakukan:
- Desentralisasi yaitu melaksanakan semua urusan yang semula adalah kewewenang pemerintahan menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Dekonsentrasi yaitu menerima pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu untuk dilaksanakan; dan
- Tugas pembantuan yaitu melaksanakan semua penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Persoalannya
adalah bagaimana pemerintah daerah mampu menerima semua kewenangan yang
diserahkan untuk dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Untuk melaksanakan
semua tugas-tugas tersebut menurut Hidayat (1998) semua kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah hendaknya selalu dipertimbangkan dan dikaitkan
dengan kepentingan pemerintah pusat dan kepentingan daerah. Karena itu,
diperlukan pemahaman dan persepsi yang sama terhadap kebijakan nasional
agar dapat dijadikan kebijakan daerah, karena memiliki kepentingan bagi
dua pihak.
Sedangkan Mustopadidjaja
(2003) menyatakan bahwa pemerintah sangat ditentukan oleh tiga hal yaitu
apartur pemerintah, organisasi birokrasi, dan prosedur tatalaksananya,
karena itu apabila operasionalisasi suatu kebijakan ingin dapat berjalan
secara optimal dan sebagaimana mestinya perlu dilakukan sosialisasi
dan pemberdayaan terhadap aparatur pemerintahan agar prosedur ketata
laksanaan dan bentuk organisasi birokrasinya sesuai dengan kebutuhan
dan tuntutan dari misi yang akan dicapai. Karena itu dalam mengoperasionalkan
kebijakan manajemen aset di kabupaten/kota diperlukan peran pemerintah
daerah kabupaten/kota dalam hal ini, persepsi atau pemahaman dari pelaksananya
haruslah sesuai dengan maksud, tujuan, dan sasaran dari kebijakan tersebut,
dengan demikian setiap pelaksanan harus mengerti benar tentang konsep
persepsi sebagai langkah awal dari motivasi yang akan mewarnai cara
bertindak.
Pemerintahan
dalam artian menyeluruh atau holistik tercermin pada peristilahan kybernologi.
Sebab, dalam kybernologi dapat dikatakan tercakup pembahasan kompleks
elemen yang berkaitan dengan seluk beluk pemerintahan, baik dari sisi
batasan, filosofi, etika, maupun metodologi. Dalam kesempatan kajian
ini, pertama-tama yang tampaknya perlu dipahami adalah eksplanasi atas
keterkaitan antara istilah pemerintah, negara, politik, dan administrasi
negara. Relevansi keterkaitan keempat istilah tersebut karena berkaitan
erat dengan kewenangan, organisasi negara, organisasi dalam wilayah
negara, dan proses tatausaha, yang pada akhirnya berkaitan dengan kebijakan
publik.
Menurut Bagir
Manan (1994) dengan mengacu kepada beberapa pendapat para sarjana, menjelaskan
pula bahwa secara yuridis ada perbedaan yang sangat nyata antara ‘negara’
dan ‘pemerintah’. Negara adalah sebuah badan (body), sedangkan ‘pemerintah’
adalah alat kelengkapan negara (organ).
Pemerintah
sebagai alat kelengkapan negara dapat diberi pengertian luas atau dalam
arti sempit. Pemerintah dalam arti luas mencakup semua alat kelengkapan
negara yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan eksekutif,
legislatif, dan yudikatif atau alat-alat kelengkapan negara lain yang
juga bertindak untuk dan atas nama negara.
Dalam arti
sempit pemerintah adalah cabang kekuasaan eksekutif. Cabang pemerintahan
eksekutif mewakili dua hal, pertama sama dengan yudikatif dan legislatif
berperan sebagai alat kelengkapan negara, bertindak untuk dan atas nama
negara, kedua sebagai badan administrasi negara yang mempunyai kekuasaan
mandiri yang dilimpahkan negara.
Istilah pemerintahan berasal dari kata perintah, yaitu kapasitas untuk mempengaruhi pihak lain termasuk melalui jalan paksaan atau kekerasan. Namun demikian kapasitas untuk memaksa pihak lain tersebut, didalam konteks negara modern seperti sekarang ini, harus berdasarkan kekuasaan yang memiliki legitimasi hukum yang disebut sebagai kewenangan. Sehingga perintah yang dilakukan adalah perintah berdasarkan suatu asas dan norma yang telah disepakati sehingga dikatakan sebagai suatu tindakan yang sah.
Sedangkan politik
berasal dari kata polis yang dalam tradisi Yunani berarti negara kota.
Didalam polis atau kota diorganisasikan tujuan bersama dan pembagian
wewenang secara bijak demi terselenggaranya kesejahteraan warga. Berdasarkan
pembagian wewenang didalam polis, maka dengan sendirinya terdapat pihak-pihak
yang memiliki kapasitas untuk memerintah dan diperintah. Oleh sebab
itu sungguh tidak mengherankan apabila banyak kalangan yang menyamakan
konsep pemerintahan dengan politik. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa
pemerintahan adalah bagian dari politik, demikian pula sebaliknya ada
yang berpendapat bahwa politik adalah bagian dari pemerintahan. Demikian
pula istilah negara sebagai suatu organisasi publik, entitas yang pada
hakikatnya adalah kesepakatan bersama diantara anggota masyarakat dalam
pembagian peran yang diletakan berdasarkan hukum. Sebagaimana didalam
polis, maka demikian pula didalam negara terjadi pula pembagian wewenang
demi terselenggaranya tujuan bernegara berdasarkan suatu konstitusi
atau hukum dasar. Berdasarkan konstitusi negara, pembagian kewenangan
pada umumnya terbagi atas kewenangan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Roda pemerintahan
negara secara sehari-hari dilakukan berdasarkan kewenangan eksekutif.
Dengan demikian eksekutif memegang fungsi tatausaha negara yang sering
dikenal sebagai administrasi negara. Lazimnya rentang atau ruang lingkup
administrasi negara, dikonstruksikan dalam bentuk kewenangan-kewenangan
negara di luar urusan legislatif dan yudikatif. Pada perkembangan berikutnya,
karena tugas pemerintah adalah menciptakan kesejahteraan umum, maka
kegiatan administrasi negara dikenal sebagai suatu kebijakan publik,
yang memiliki rentang pengaturan dalam kuantitas dan kualitas seiring
dengan kebutuhan konkret masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa didalam kebijakan publik, terkandung suatu upaya formulasi,
implementasi, dan evaluasi secara konkret dan terukur dalam merespon
kebutuhan atau persoalan dalam masyarakat umum.
Berdasarkan
gambaran tersebut di atas, dapat dikonstruksikan bahwa pemerintah dalam
arti luas dalam konteks Indonesia adalah keseluruhan alat kelengkapan
negara, yaitu lembaga tertinggi (MPR), dan lembaga-lembaga tinggi negara
(DPR, Presiden, MA, dan BPK). Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit
adalah Presiden beserta jajaran/aparatur yang berada pada lingkup kekuasaan
eksekutif, yang selain atau tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif
dan yudikatif. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan
daya saing daerah dengan memperhatikan demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keberagaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.