Selasa, 06 April 2010

Pengertian Tentang Pemerintah Daerah

Secara konseptual perlu dipahami tentang posisi pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu bahwa yang dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah: penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dengan demikian peran pemerintah daerah adalah segala sesuatu yang dilakukan dalam bentuk cara tindak baik dalam rangka melaksanakan otonomi daerah sebagai suatu hak, wewenang, dan kewajiban pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Juga sebagai daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu, peran pemerintah daerah juga dimaksudkan dalam rangka melaksanakan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas perbantuan sebagai wakil pemerintah di daerah otonom yaitu untuk melakukan:

  1. Desentralisasi yaitu melaksanakan semua urusan yang semula adalah kewewenang pemerintahan menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Dekonsentrasi yaitu menerima pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu untuk dilaksanakan; dan
  3. Tugas pembantuan yaitu melaksanakan semua penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Persoalannya adalah bagaimana pemerintah daerah mampu menerima semua kewenangan yang diserahkan untuk dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Untuk melaksanakan semua tugas-tugas tersebut menurut Hidayat (1998) semua kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah hendaknya selalu dipertimbangkan dan dikaitkan dengan kepentingan pemerintah pusat dan kepentingan daerah. Karena itu, diperlukan pemahaman dan persepsi yang sama terhadap kebijakan nasional agar dapat dijadikan kebijakan daerah, karena memiliki kepentingan bagi dua pihak.

Sedangkan Mustopadidjaja (2003) menyatakan bahwa pemerintah sangat ditentukan oleh tiga hal yaitu apartur pemerintah, organisasi birokrasi, dan prosedur tatalaksananya, karena itu apabila operasionalisasi suatu kebijakan ingin dapat berjalan secara optimal dan sebagaimana mestinya perlu dilakukan sosialisasi dan pemberdayaan terhadap aparatur pemerintahan agar prosedur ketata laksanaan dan bentuk organisasi birokrasinya sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dari misi yang akan dicapai. Karena itu dalam mengoperasionalkan kebijakan manajemen aset di kabupaten/kota diperlukan peran pemerintah daerah kabupaten/kota dalam hal ini, persepsi atau pemahaman dari pelaksananya haruslah sesuai dengan maksud, tujuan, dan sasaran dari kebijakan tersebut, dengan demikian setiap pelaksanan harus mengerti benar tentang konsep persepsi sebagai langkah awal dari motivasi yang akan mewarnai cara bertindak.

Pemerintahan dalam artian menyeluruh atau holistik tercermin pada peristilahan kybernologi. Sebab, dalam kybernologi dapat dikatakan tercakup pembahasan kompleks elemen yang berkaitan dengan seluk beluk pemerintahan, baik dari sisi batasan, filosofi, etika, maupun metodologi. Dalam kesempatan kajian ini, pertama-tama yang tampaknya perlu dipahami adalah eksplanasi atas keterkaitan antara istilah pemerintah, negara, politik, dan administrasi negara. Relevansi keterkaitan keempat istilah tersebut karena berkaitan erat dengan kewenangan, organisasi negara, organisasi dalam wilayah negara, dan proses tatausaha, yang pada akhirnya berkaitan dengan kebijakan publik.

Menurut Bagir Manan (1994) dengan mengacu kepada beberapa pendapat para sarjana, menjelaskan pula bahwa secara yuridis ada perbedaan yang sangat nyata antara ‘negara’ dan ‘pemerintah’. Negara adalah sebuah badan (body), sedangkan ‘pemerintah’ adalah alat kelengkapan negara (organ).

Pemerintah sebagai alat kelengkapan negara dapat diberi pengertian luas atau dalam arti sempit. Pemerintah dalam arti luas mencakup semua alat kelengkapan negara yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif atau alat-alat kelengkapan negara lain yang juga bertindak untuk dan atas nama negara.

Dalam arti sempit pemerintah adalah cabang kekuasaan eksekutif. Cabang pemerintahan eksekutif mewakili dua hal, pertama sama dengan yudikatif dan legislatif berperan sebagai alat kelengkapan negara, bertindak untuk dan atas nama negara, kedua sebagai badan administrasi negara yang mempunyai kekuasaan mandiri yang dilimpahkan negara.

Istilah pemerintahan berasal dari kata perintah, yaitu kapasitas untuk mempengaruhi pihak lain termasuk melalui jalan paksaan atau kekerasan. Namun demikian kapasitas untuk memaksa pihak lain tersebut, didalam konteks negara modern seperti sekarang ini, harus berdasarkan kekuasaan yang memiliki legitimasi hukum yang disebut sebagai kewenangan. Sehingga perintah yang dilakukan adalah perintah berdasarkan suatu asas dan norma yang telah disepakati sehingga dikatakan sebagai suatu tindakan yang sah.

Sedangkan politik berasal dari kata polis yang dalam tradisi Yunani berarti negara kota. Didalam polis atau kota diorganisasikan tujuan bersama dan pembagian wewenang secara bijak demi terselenggaranya kesejahteraan warga. Berdasarkan pembagian wewenang didalam polis, maka dengan sendirinya terdapat pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk memerintah dan diperintah. Oleh sebab itu sungguh tidak mengherankan apabila banyak kalangan yang menyamakan konsep pemerintahan dengan politik. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa pemerintahan adalah bagian dari politik, demikian pula sebaliknya ada yang berpendapat bahwa politik adalah bagian dari pemerintahan. Demikian pula istilah negara sebagai suatu organisasi publik, entitas yang pada hakikatnya adalah kesepakatan bersama diantara anggota masyarakat dalam pembagian peran yang diletakan berdasarkan hukum. Sebagaimana didalam polis, maka demikian pula didalam negara terjadi pula pembagian wewenang demi terselenggaranya tujuan bernegara berdasarkan suatu konstitusi atau hukum dasar. Berdasarkan konstitusi negara, pembagian kewenangan pada umumnya terbagi atas kewenangan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Roda pemerintahan negara secara sehari-hari dilakukan berdasarkan kewenangan eksekutif. Dengan demikian eksekutif memegang fungsi tatausaha negara yang sering dikenal sebagai administrasi negara. Lazimnya rentang atau ruang lingkup administrasi negara, dikonstruksikan dalam bentuk kewenangan-kewenangan negara di luar urusan legislatif dan yudikatif. Pada perkembangan berikutnya, karena tugas pemerintah adalah menciptakan kesejahteraan umum, maka kegiatan administrasi negara dikenal sebagai suatu kebijakan publik, yang memiliki rentang pengaturan dalam kuantitas dan kualitas seiring dengan kebutuhan konkret masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa didalam kebijakan publik, terkandung suatu upaya formulasi, implementasi, dan evaluasi secara konkret dan terukur dalam merespon kebutuhan atau persoalan dalam masyarakat umum.

Berdasarkan gambaran tersebut di atas, dapat dikonstruksikan bahwa pemerintah dalam arti luas dalam konteks Indonesia adalah keseluruhan alat kelengkapan negara, yaitu lembaga tertinggi (MPR), dan lembaga-lembaga tinggi negara (DPR, Presiden, MA, dan BPK). Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit adalah Presiden beserta jajaran/aparatur yang berada pada lingkup kekuasaan eksekutif, yang selain atau tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan yudikatif. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keberagaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.