Kritik paling
awal dalam sejarah terhadap pendekatan perencanaan komprehensif—dan
sangat mempengaruhi—diberikan oleh Charles Lindblom pada tahun 1959.
Penulis tersebut mengkritik pendekatan perencanaan komprehensif sebagai
model perencanaan yang membutuhkan tingkat ketersediaan data dan kompleksitas
analisis yang berada di luar jangkauan dan kemampuan para perencana
pada umumnya.
Menurutnya,
dalam praktek, jarang perencanaan dilakukan secara komprehensif, sehingga
lebih baik perencanaan dilakukan secara inkrimental (sepotong demi sepotong)
menggunakan “perbandingan terbatas dari hasil-hasil berurutan” untuk
mencapai tujuan jangka pendek yang realistis.
Pendekatan
inkrimental sendiri juga dikritik sebagai terlalu “kuatir” dan konservatif,
karena memperkuat kondisi yang ada (status quo) dan mengingkari kekuatan
perubahan sosial yang revolusioner (perubahan besar dan dalam waktu
relatif singkat). Pendekatan ini juga dikritik berkaitan dengan kelemahannya
dalam berpikir induktif dengan berasumsi bahwa stimulus dan respon jangka
pendek dapat menggantikan kebutuhan terhadap visi dan teori.
Meskipun menerima
kritik-kritik tersebut, pendekatan ini merupakan argumen balik/kontra
terhadap perencanaan tradisional “master planning” yang berbasis
kekomprehensifan arsitektur dan perancangan kota. Pendekatan inkrimental
meningkatkan orientasi ke analisis marginal dari kebijakan sarana prasarana,
ekonomi dan politik serta sosial budaya secara pragmatis dan tidak terpadu.
Oleh karena itu, perencanaan inkrimental (oleh beberapa pihak) dianggap
bukan perencanaan karena tidak mengantisipasi masa depan yang berjangka
panjang;
Tabel ….
Hubungan
Corak Perencanaan dengan Teori Politik
Perencanaan
strategis memang lebih mewadahi partisipasi masyarakat dalam proses
perencanaannya, sehingga memang mampu mewadahi aspirasi partai atau
golongan/ kelompok yang memperjuangkan demokrasi. Aliran sosialis cenderung
memilih corak perencanaan ekuiti atau perencanaan advokasi. Aliran sosialis
yang “radikal” mungkin lebih menyukai perencanaan advokasi, karena
mewadahi konflik antar kelas sosial, sedangkan aliran sosialis yang
lebih lunak mungkin memilih perencanaan ekuiti, karena hasilnya menjadi
satu rencana, secara kompromi dengan golongan lain di masyarakat.
Kompromi tersebut dapat saja berakhir dengan menerima rencana komprehensif atau rencana strategis bila aspirasi kelompok minoritas/tertindas yang diperjuangkan oleh para perencana ekuiti secara adil telah dapat terwadahi. Kelompok masyarakat yang ingin lebih bebas, tidak terikat dengan pihak lain dan juga tidak terikat dengan masa lalu serta merasa tidak perlu mempunyai tujuan jangka panjang, mungkin sekali akan lebih memilih perencanaan inkrimental.