Sedikitnya
ada dua alasan yang dapat dikemukakan mengenai hal ini. Pertama, sebagai
telah disinggung di muka, proses pembuatan kebijakan publik di sistem
politik mana pun lazimnya berangkat dari adanya tingkat kesadaran tertentu
atas suatu masalah atau isu tertentu. Kedua, derajat keterbukaan yakni
tingkat relatif demokratis atau tidaknya suatu sistem politik, di antaranya
dapat diukur dari cara bagaimana mekanisme mengalirnya isu menjadi agenda
kebijakan pemerintah, dan pada akhirnya menjadi kebijakan publik (Wahab:2001:38).
Artinya, yang dimaksud dengan kebijakan publik ialah tindakan (politik) apa pun yang diambil oleh pemerintah (pada semua level) dalam menyikapi sesuatu permasalahan yang terjadi dalam konteks atau lingkungan sistem politiknya. Dipahami seperti ini, maka perilaku kebijakan (policy behavior) akan mencakup pula kegagalan bertindak yang tidak disengaja, dan keputusan yang disengaja untuk tidak berbuat sesuatu apa pun, semisal tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan (baik secara sadar atau tidak), untuk menciptakan rintangan-rintangan (constraints) tertentu agar publik atau masyarakat tidak dapat menyikapi secara kritis terhadap kebijakan pemerintah (Bachrach dan Baratz, 1962; Heclo, 1972).