Kamis, 20 Mei 2010

Relasi Power (Kekuasaan) dan Knowledge (Pengetahuan)

Dalam memahami kekuasaan sebagai sebuah bagian dari perencanaan, maka harus dapat dilihat pada sebuah titik tolak, yaitu bahwa peran kekuasaan dalam sebuah perencanaan ialah proses dalam mempengaruhi keputusan publik yang dibuat dan produk perencanaan yang dihasilkan. Proses perencanaan akan selalu menjadi sebuah proses dalam mempengaruhi alternatif-alternatif yang mungkin diambil dalam penataan ruang sebuah kota atau wilayah.

Istilah kekuasaan banyak mengalami proses diskursus dan transformasi persepsi serta pemahaman dari waktu ke waktu. Koneksitas antara kekuasaan dan pengetahuan menjadi sebuah diskusi yang menarik diantara para ahli organisasi dan filsafat. Dua ahli yang sangat terkenal membahas koneksitas pengetahuan dan power adalah Michael Foucault (1926-1984) dan Francis Bacon (1561-1626).

Francis Bacon memulai diskursus mengenai koneksitas kekuasaan dan pengetahuan pada abad 17. Bacon memiliki sebuah kutipan yang sangat terkenal yaitu ”knowledge it self is power”. Pendapat ini didasari pada sebuah keyakinan bahwasanya suatu saat semua persoalan manusia akan dapat diselesaikan melalui ilmu pengetahuan. Bacon mendasarkan pendapatnya setelah kemajuan yang signifikan dicapai oleh bangsa Eropa setelah mengambil teknologi yang dimiliki bangsa Islam di Cordoba.

Pemikiran empirisme sangat mendominasi ide rasionalitas yang membangun kekuatan, atau dengan kata lain wacana yang memberikan kekuasaan kepada manusia baik untuk mensejahterakan maupun menindas. Wacana empirisme terhadap kekuatan membuat sebuah superioritas pengetahuan terhadap aspek lainnya, dengan sebuah stigma awal bahwasanya pengetahuan yang membentuk peradaban manusia begitu juga kekuatan yang dimiliki untuk membentuk peradaban itu sendiri.

Di spektrum lainnya, berdiri pemikiran Foucault mengenai relasi antara kekuasaan dan pengetahuan. Foucault merupakan filosof yang menjadi gerbong gerakan filosofi post-modern di dunia bersama dengan Jacques Derrida. Pemikirannya dilandasi oleh sebuah pemikiran kritis terhadap pemikiran pada masa lalu, ia menganggap bahwa pemikiran dapat mengalami proses seiring perjalanan waktu.

Foucault mengkritik pemikiran dari Bacon dan memunculkan pemikiran baru yaitu “power/knowledge”. Foucault melakukan sebuah demistifikasi terhadap sebuah makna power terhadap sebuah hubungan resiprokal, mutualisme antara sirkulasi pengetahuan dengan kekuatan untuk mengendalikan. Foucault menyatakan dalam bukunya “power/knowledge” (1980), bahwa power adalah sebuah mekanisme yang menciptakan rasionalitas hukum dan pengetahuan sebagai sebuah alat untuk menegakkan kekuasaan yang lebih besar.

Analogi pernyataan ini adalah seperti tidak ada kriminologi tanpa penjara, tidak ada teknologi forensik tanpa polisi atau tidak ada obat tanpa ada klinik, yang menunjukkan sebuah pengetahuan tidak lebih dari sekedar perangkat dalam memaksa individu-individu untuk mematuhi kekuasaan yang ada. power/knowledge menunjukkan sebuah hubungan positif antara kekuasaan dan pengetahuan. Menurut Foucault, yang mendasari ahli lain seperti Luke, Dahl, Clegg, dan Giddens, dalam membuat pemahaman baru mengenai fungsi, definisi dan posisi power dalam konteks relasi dengan pengetahuan.

Luke (1974) mengungkapkan konsepsi kekuasaan sebagai sebuah kepentingan dalam berusaha memenuhi kepentingan rakyat dengan menguasai atau menghindari oposisinya. Dahl (1986) mengungkapkan kekuasaan sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi seseorang untuk mengerjakan sesuatu yang bilamana tanpa itu maka ia takkan mengerjakannya. Mirip dengan Dahl, Wrong (1979, dalam Clegg, 1989) menginterpretasikan kekuasaan sebagai sebuah kapasitas yang dimiliki seseorang untuk menghasilkan efek yang dikehendaki dan nyata terhadap orang lain.

Kekuasaan secara etimologis (dalam KBBI) merupakan kesanggupan, kemampuan, kuasa untuk menentukan, mengatur dan kemampuan orang/golongan untuk mempengaruhi orang/golongan lain berdasarkan kewibawaan, wewenang atau kekuatan fisik. Kekuasaan dan pengaruh merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan relasi atau aktivitas yang merupakan bagian dari politik (Dwicaksono,2003).

Barnes (1989) mengungkapkan konsep power sebagai sebuah entitas dari sebuah prilaku, proses atau agen yang dimiliki. Barnes menyebutkan tiga dimensi dari kekuasaan yang mungkin dimiliki oleh seseorang, pertama kekuatan fisik, kedua kekuatan karisma, dan ketiga kekuatan posisi atau kedudukan yang dimilikinya dalam sebuah kelompok.

Menurut Culver dan Syer (dalam Dwicaksono,2003) kekuasaan (power) dapat dibagi menjadi dua yaitu kekuasaan individu dan kelompok. Dalam kekuasaan individu faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah sumber daya yang dimiliki, keinginan untuk menggunakan sumber daya tersebut, dan kemampuan untuk menggunakan sumber daya yang dimilikinya.

Pengertian sumber daya yang dikaji ini bermakna luas. Secara umum jenis kepemilikan sumber daya yang dimiliki yang mempengaruhi tingkat kekuasaan, yaitu:

  1. Kepemilikan yang meliputi informasi, ekonomi dan lain-lain
  2. Atribut yang melekat pada kepribadian seseorang
  3. Kemampuan tambahan
  4. Agak berbeda dengan kekuasaan individu, pada kekuasaan kelompok sumber daya dimiliki oleh keanggotaan dari kelompok tersebut (Dwicaksono,2003).
  5. Dengan berkumpulnya individu-individu yang memiliki sumber daya, maka kelompok tersebut akan memiliki akumulasi yang dimiliki oleh individu-individu yang dimiliki di dalam kelompok tersebut.

Pada akhirnya kekuasaan-kekuasaan individu tersebut akan dijadikan sebagai sebuah bentuk kekuasaan kelompok dalam melaksanakan agenda yang telah disepakati oleh kelompok tersebut. Kekuasaan yang dimiliki oleh individu tersebut merupakan sebuah modal yang akan dipakai oleh kelompok tersebut untuk mempengaruhi kelompok lain untuk turut mendukung agenda kelompok tersebut. Dalam konteks perumusan kebijakan publik, yang berupa produk perencanaan, kelompok yang memiliki kekuasaan akan menggunakan kekuasaannya tersebut untuk mempengaruhi keputusan publik yang hendak dibuat, sehingga dapat sesuai dengan agenda yang ingin dicapai oleh kelompok

tersebut.