Sekalipun harus
diakui dalam pelbagai literatur istilah isu itu tidak pernah dirumuskan
dengan jelas, namun sebagai suatu "technical term' utamanya dalam
konteks kebijakan publik, muatan maknanya lebih kurang sama dengan apa
yang kerap disebut sebagai "masalah kebijakan" (policy problem).
Dalam analisis kebijakan publik, konsep ini menempati posisi sentral.
Hal tersebut mungkin ada kaitannya dengan fakta, bahwa proses pembuatan kebijakan publik apa pun pada umumnya berawal dari adanya awareness of a problem (kesadaran akan adanya masalah tertentu). Misalnya, gagalnya kebijakan tertentu dalam upayanya mengatasi suatu masalah pada suatu tingkat yang dianggap memuaskan.
Tapi, pada
situasi lain, awal dimulainya proses pembuatan kebijakan publik juga
bisa berlangsung karena adanya masalah tertentu yang sudah sekian lama
dipersepsikan sebagai "belum pernah tersentuh" oleh pemerintah
atau ditanggulangi lewat kebijakan pemerintah. Pada titik ini kemudian
mulai membangkitkan tingkat perhatian tertentu. (Wahab : 2001:35)
Jadi, pada
intinya isu kebijakan (policy issues) lazimnya muncul karena telah terjadi
silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah
atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan
itu sendiri.
Isu kebijakan
dengan begitu lazimnya merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan
baik tentang rumusan rincian, penjelasan, maupun penilaian atas suatu
masalah tertentu (Dunn, 1990). Pada sisi lain, isu bukan hanya mengandung
makna adanya masalah atau ancaman, tetapi juga peluang-peluang bagi
tindakan positif tertentu dan kecenderungan-kecenderungan yang dipersepsikan
sebagai memiliki nilai potensial yang signifikan (Hogwood dan Gunn,
1996).
Dipahami seperti
itu, maka isu bisa jadi merupakan kebijakan-kebijakan alternatif (alternative
policies) atau suatu proses yang dimaksudkan untuk menciptakan kebijakan
baru, atau kesadaran suatu kelompok mengenai kebijakan tertentu yang
dianggap bermanfaat bagi mereka (Alford dan Friedland, 1990: 104). Singkatnya,
timbulnya isu kebijakan publik terutama karena telah terjadi konflik
atau "perbedaan persepsional" di antara para aktor atas suatu
situasi problematik yang dihadapi oleh masyarakat pada suatu waktu tertentu.
Sebagai sebuah
konsep, makna persepsi (perception) tidak lain adalah proses dengan
mana seseorang atau sekelompok orang memberikan muatan makna tertentu
atas pentingnya sesuatu peristiwa atau stimulus tertentu yang berasal
dari luar dirinya. Singkatnya, persepsi adalah "lensa konseptual"
(conceptual lense) yang pada diri individu berfungsi sebagai kerangka
analisis untuk memahami suatu masalah (Allison, 1971).
Karena dipengaruhi
oleh daya persepsi inilah, maka pemahaman, dan tentu saja perumusan
atas suatu isu sesungguhnya amat bersifat subjektif. Dilihat dari sudut
pandang ini, maka besar kemungkinan masing-masing orang, kelompok atau
pihak-pihak tertentu dalam sistem politik yang berkepentingan atas sesuatu
isu akan berbeda-beda dalam cara memahami dan bagaimana merumuskannya.
Persepsi ini, pada gilirannya juga akan mempengaruhi terhadap penilaian
mengenai status peringkat yang terkait pada sesuatu isu.
Dilihat dari peringkatnya, maka isu kebijakan publik itu, secara berurutan dapat dibagi menjadi empat kategori besar, yaitu isu utama, isu sekunder, isu fungsional, dan isu minor (Dunn, 1990). Kategorisasi ini menjelaskan bahwa makna penting yang melekat pada suatu isu akan ditentukan oleh peringkat yang dimilikinya. Artinya, makin tinggi status peringkat yang diberikan atas sesuatu isu, maka biasanya makin strategis pula posisinya secara politis.