Kamis, 20 Mei 2010

Corak Perencanaan Strategis

Sebagai respon terhadap tujuan yang terlalu luas (dan sering seperti impian) dalam perencanaan komprehensif, maka para perencana, di dekade-dekade akhir Abad ke 20, meminjam pendekatan perencanaan strategis yang biasa dipakai dalam dunia usaha dan militer. Pendekatan strategis memfokuskan secara efisien pada tujuan yang spesifik, dengan meniru cara perusahaan swasta yang diterapkan pada gaya perencanaan publik, tanpa menswastakan kepemilikan publik.

Di tahun 1987, Jerome Kaufman dan Harvey Jacobs dalam Djunaedi (2000:4) mengkaji perencanaan strategis ini dengan bertanya apakah tipe perencanaan ini dapat dipakai untuk seluruh masyarakat dan bukan hanya untuk pengguna tradisionalnya yaitu sebuah perusahaan publik atau kantor dinas. Mereka juga mewawancarai perencana praktisi untuk mengetahui seberapa jauh sebenarnya para praktisi tersebut menggunakan pendekatan perencanaan strategis tersebut.

Hal yang paling penting, ada anggapan bahwa perencanaan strategis secara fundamental berbeda dengan praktek perencanaan yang ada (komprehensif). Dapat disimpulkan bahwa banyak unsur dasar perencanaan strategis (seperti: berorientasi tindakan, kajian lingkungan, partisipasi, kajian kekuatan dan kelemahan masyarakat) sebenarnya telah ada sejak lama dalam tradisi perencanaan. Membandingkan perencanaan strategis dengan perencanaan komprehensif, menurut para tokoh di atas bagaikan “barang yang sama tapi dikemas dengan bungkus yang lebih baru”.

Perencanaan strategis tidak mengenal standar baku dan prosesnya mempunyai variasi yang tidak terbatas. Tiap penerapan perlu merancang variasinya sendiri sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi setempat. Meskipun demikian, secara umum proses perencanaan strategis memuat unsur-unsur: (1) perumusan visi dan misi, (2) pengkajian lingkungan eksternal, (3) pengkajian lingkungan internal, (4) perumusan isu-isu strategis, dan (5) penyusunan strategi pengembangan (yang dapat ditambah dengan tujuan dan sasaran). Proses perencanaan strategis tidak bersifat sekuensial penuh, tapi dapat dimulai dari salah satu dari langkah ke (1), (2), atau (3).

Ketiga langkah tersebut saling mengisi. Setelah ketiga langkah pertama ini selesai, barulah dilakukan langkah ke (4), yang disusul dengan langkah ke (5). Setelah rencana trategis (renstra) selesai disusun, maka diimplementasikan dengan terlebih dahulu menyusun rencana-rencana kerja (aksi/tindakan).

Seperti disebutkan di atas, karena tidak ada standar baku proses perencanaan strategis, maka banyak sekali terdapat versi perencanaan strategis. Suatu versi yang mengkombinasikan antara perencanaan strategis dan perencanaan komprehensif juga mungkin dilakukan untuk mengisi masa transisi dari penggunaan perencanaan komprehensif ke masa perencanaan strategis.

Pada suatu masa transisi dari pemerintahan yang bersifat sentralistik kuat (yang menyeragamkan tipe perencanaan yang dipakai—misal pemerintahan Orde Baru) ke pemerintahan desentralistik (dalam Era Otonomi Daerah) mungkin sekali dipakai suatu versi perencanaan strategis yang diseragamkan untuk semua daerah. Bila semua daerah telah terbiasa berbeda dalam tipe perencanaan yang dipakai, maka tiap daerah dapat memilih versi perencanaan strategisnya sendiri-sendiri.